Saturday, 28 May 2011

Lucu Nih ' INTERNET masuk DESA'

Jaman sekarang e-mail udah masuk kepelosok desa, ini ceritanya

Tukijo , tukang kayu dari daerah pegunungan Wonosobo suatu hari dapet kerjaan bikin meubel di hotel di Yogjakarta.

Dia berangkat duluan dianter bininya Tugiyem kestasion bis, dengan janji besoknya bininya bakal nyusul. Sesampainya di Yogya dia lantas segera kirim email sama bininya.

Di Lain tempat namun masih di Wonosobo, Rugiyem seorang istri yang sedang berduka baru saja mengantarkan jenazah suaminya Paijo ke pemakaman. Selesai dari pemakamandia langsung pulang kerumah, lantas dia buru buru buka e-mail, untuk cek berita-berita dari sanak keluarga.

Begitu dia buka email, dia menjerit lalu pingsan... Anaknya heran, lalu ikut baca emailnya, lalu ikut menjerit...

Sebenarnya, pangkalnya itu si Tukijo salah pijit tombol, kirim email ke bininya mustinya Tugiyem@wonosobo.co.id jadinya Rugiyem@wonosobo.co.id Maklum jarinya tukang kayu segede jempol, T dengan R kan dempetan.

Mau tahu isinya yang bikin keluarga Rugiyem histeris...

Isi emailnya :

'Yem isteriku tercinta,

Terimakasih banget yo, udah nganterkan aku tadi pagi,Aku sudah sampai dengan selamat, disini diterima baik baik, Aku senang sekali karena banyak teman lama yang sudah duluan sampai, Katanya kamu akan nyusul besok, namamu sudah aku daftarkan disini, aku tunggu yaa supaya kita berdua bersama disini oh, ya ternyata disini lumayan panasnya,


salam kangen,

 

suamimu 'Ijo.

Cerita Kawan Saya tentang Temannya

Kawan saya bercerita tentang satu 'rencana' Allah yang tidak pernah diduga sebelumnya. Ia pernah berjanji untuk menyisihkan rezekinya untuk seorang temannya dan baru beberapa pekan yang lalu ia sempat menunaikan janjinya tersebut.


Siang sebelum ia berkunjung ke rumah temannya, sang teman baru saja mengirim sejumlah uang ke ibunya di kampung. Ibunya sangat membutuhkan uang tersebut, namun sebenanya ia sendiri juga sama butuhnya. kecintaannya kepada sang ibu dan keyakinannya akan rezeki yang kelak ia peroleh kembali ketika mengutamakan kepentingan orang lain -terlebih ibunya sendiri- membuat ia mengirimkan hampir seluruh uang yang ia punya saat itu juga. Ia pun hanya menyisakan beberapa rupiah untuknya dan keluarganya.


Kawan saya dan temannya itu sudah lama tak bertemu, bahkan kontak telepon sekali pun, sehingga ia nyaris lupa akan janjinya itu. Sesaat setelah ia teringat, maka diputuskannya untuk segera menemui temannya sore itu juga, khawatir terlupa lagi.


Lama tak bertemu, dua sahabat itu terlihat akrab bercerita, tertawa tentang masa lalu dan hal-hal mengesankan yang pernah mereka lalui bersama. Keriangan suasana yang tercipta mampu menutupi gundah di hati sang teman yang terus berpikir bagaimana mendapatkan uang untuk makan anak isterinya esok hari. Kawan saya pun tak pernah berpikir ia tengah dalam kesulitan sore itu, dari senyum dan caranya berbicara juga tertawa, tak tersirat sedikit pun masalah di matanya.


Hingga maghrib menjelang, kawan saya pamit pulang. Sebelumnya, ia mengeluarkan sebuah amplop berisi uang, "Kamu ingatkan, dulu saya pernah berjanji untuk ini," hanya kata itu yang keluar. Dan tangan gemetar sang teman dibarengi rasa syukur teramat dalam tak mampu menolak pemberian sahabatnya itu. Tambah sebaris lagi keyakinannya akan janji Allah.


Saya selalu percaya satu hal, bahwa tidak ada 'kebetulan' dalam setiap langkah hidup kita. Bertemu sahabat lama di bis kota, mendapat rezeki yang tidak diduga-duga, atau bahkan mengalami kecelakaan meski kita sudah berusaha untuk berhati-hati, semuanya adalah rencana Allah. Teramat sering kita berkata, "kebetulan nih kita ketemu," padahal semua itu bukan kebetulan, pertemuan Anda dan sahabat lama Anda sudah di-create oleh Allah. Atau ketika Anda diperkenankan menemukan sejumlah uang di tengah jalan, juga bukan kebetulan. Allah merencanakan Anda yang menemukannya, karena mungkin uang -dompet- itu takkan pernah kembali ke pemiliknya jika tangan orang lain yang mendapatinya.


Seperti cerita kawan saya tentang temannya keesokan harinya. Malamnya, ia mendapat sms dari temannya bahwa jumlah uang yang ia berikan sama persis dengan jumlah yang ia kirimkan ke ibunya siang tadi. Bahkan sampai pecahan terkecilnya. Adakah yang berani mengatakan bahwa kejadian ini suatu kebetulan?

KadO istimewa

Bisa jadi saya anak yang paling malang di antara anak-anak lain di kampung. Bukan hanya karena ibu jarang memberi uang untuk jajan di sekolah, sehingga saya sering menghabiskan waktu istirahat sekolah untuk mereka-reka berapa uang jajan si Adi, apa yang selalu dibeli Rena, atau memperhatikan nikmatnya es doger di tangan Sukma. Bahkan untuk merayakan hari ulang tahunku yang setahun sekali pun ibu tak melakukannya.


Tidak ada tepuk meriah teman-teman, tidak juga tiupan lilin di atas kue tart yang selalu saya saksikan di setiap perayaan ulang tahun Rommy, Hilda, juga Siska. Tidak ada balon, hiasan khas ulang tahun, dan yang pasti, tidak mungkin saya berharap ada kado ulang tahun. Siapa yang mau ngasih? Tak ada pesta, ya tak ada kado.


"Ibu yang akan kasih kamu kado..." sapa ibu mengagetkan lamunanku. Sejenak kemudian saya masih terdiam membayangkan gerangan kado apa yang akan diberikan ibu. Sampai akhirnya, sebuah doa terajut dari mulutnya disertai kecupan hangat di kening dan pipiku.


Seketika, sebalut kehangatan terasa menelusup ke setiap aliran darahku. Doa ibu, jauh lebih indah dari hiruk pikuk tepuk tangan, tak bisa dibandingkan dengan kue tart termahal sekalipun. Lilin merah dengan api menyala, balon dan hiasan ulang tahun jelas tak seindah doa ibu. Untaian kalimat pinta yang dirajut ibu, bahkan lebih sempurna dari gaun ulang tahun milik siapapun.


Kehangatan kecupan ibu jelas lebih sejuk dari jutaan ucapan selamat dari siapapun. Tak ada satupun bingkisan ulang tahun yang mampu menandinginya, kecupan ibu adalah kado termahal yang pernah kuterima.


Kemarin, saya terjatuh saat pertama kali belajar naik sepeda. Saya menangis karena dua sebab, kaki saya memar dan sedikit berdarah tepat di lutut kanan, dan kemudi sepeda saya bengkok. Bapak segera mengangkat sepeda sementara ibu langsung mendekapku. Tak ragu, ibu mengusap air mataku dan memberikan satu kecupan pada luka di kakiku.


Kecupan ibu juga yang mengantarku masuk ke ruang kelas saat hari pertama sekolah. Mulanya saya takut, mungkin ini juga yang dirasakan setiap anak yang baru pertama kali masuk sekolah. Dalam pandanganku, bangku-bangku sekolah dasar, papan tulis, juga meja belajar itu lebih mirip makhluk aneh yang siap menerkamku. Guru dan teman-teman baru itu, lebih terlihat seperti monster menyeramkan bagiku. Tapi, dengan sekali kecupan di ubun-ubunku, ibu berkata, "Masuklah, anak ibu kan jagoan..."


Selang sepekan hari sekolah, tepat di pekan kedua, seharusnya saya kembali masuk sekolah. Tapi demam yang menyerangku sejak malam tak kunjung reda di pagi harinya. Saya sedih tidak bisa sekolah hari itu, sedih juga karena tak bertemu teman-teman baik di kelas, dan yang paling menyedihkan tentu saja saya harus tertinggal pelajaran di kelas. Namun ternyata bukan hanya saya yang sedih saat itu, tepat di pinggir tempat tidurku sesosok anggun terlelap lelah setelah semalaman terjaga menungguku, memberiku obat, mendengarkan setiap keluhanku, membetulkan selimutku dan mendekapku erat saat tubuh ini menggigil kedinginan. Di sudut matanya, masih tersisa bekas air mata semalam.


Kini, saya sadari, doa dan kecupan ibu lah kado yang paling kuharapkan di setiap hari ulang tahunku. Dan tentu saja, kehadiran ibu senantiasa lebih kuinginkan dari sekadar ratusan undangan lengkap dengan ratusan kadonya.


Bagi saya, ibu adalah kado terindah di setiap ulang tahunku. Terima kasih Allah yang masih memberikan kesempatan saya untuk bersama ibu di hari terindah ini. Dan saya selalu berharap, di tahun depan ibu masih tetap menjadi kado istimewa.


Ibu, Semakin kumengerti hadirmu

Friday, 27 May 2011

Kenapa Mesti Ada Ujian?

Sekolah. Ujian. Naik kelas.
Kuliah. Ujian. Naik tingkat.
Hidup. Ujian. Penghapusan dosa. Peningkatan derajat.

"
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS Al Ankabuut : 2)
 
Ujian. Kadang datang bagaikan palu godam yang menghantam. Kadang berupa beban menggayut di pundak. Kadang pula serasa menekan menyesakkan dada. Dunia gelap. Cahaya redup berpendar-pendar.

Kala ujian datang, rasanya diri tak sanggup menanggungnya. Menolehlah ke sekitar. Lihatlah, ada jiwa lain yang diuji olehNya. Dan ia tegar. Padahal, Masya Allah, tampaknya ujiannya begitu berat. Melihat ke ujian sendiri ternyata bagai debu saja.

Ah, Allah memang Maha Tahu. DiberiNya cobaan, diberiNya pula kekuatan. Semua sesuai kapasitas. Menolehlah. Setiap jiwa mendapat soal ujian. Dan setiap jiwa telah disediakan jawaban. Hanya, sudahkah menggali dan mencari jawaban-jawaban dariNya.

Sekolah, bukanlah sekolah jika tanpa ujian. Begitu pula hidup, sebuah sekolah abadi.

Ujian, sebuah pengharapan. Terhapusnya dosa atau naiknya derajat di mataNya. AMIN :) 

Berbaurlah Tapi Jangan Lebur

L ahiwa Abda namanya. Biasa dipanggil Iwa. Mahasiswa tingkat tiga perguruan tinggi negeri ternama di Ibukota. Tinggal di komplek mewah kawasan Jakarta Selatan. Pergi dan pulang kuliah nyetir mobil sendiri. Lahir dan besar dari keluarga berada. Ekspresi dan penampilannya selalu rapi, bahkan terkesan "licin". Mungkin itu yang membuatnya mudah dikenal. Apalagi ia memang pandai bergaul dan agak 'royal'. Ada darah agama dalam dirinya.


Kakeknya tokoh organisasi Islam terkenal, yang kiprahnya hingga tingkat propinsi di Sumatera. Dan ayahnya, masih mewarisi sebagian darah agama itu. Sejak kecil Iwa mendapat didikan religi. Lumayan. Setidaknya, ia cukup sukses melalui bangku SMA tanpa konflik psikologis yang berarti. Lulus dengan menggembirakan, meski tidak hebat-hebat amat.


Masa-masa awal kuliah mengantarkan Iwa pada dunia baru yang lebih bebas. Syukurnya kondisi itu tak sampai menggoyahkan kepribadiannya. Namun seiring pencarian jati dirinya sebagai orang muda, Iwa mulai goyah. Tak sadar sebuah proses degradasi secara perlahan terjadi. Pelan, bahkan nyaris tak terasakan. Terlampau banyak ia berguru pada kawan-kawannya yang sangat liberal. Mulai dari pola pikir hingga soal definisi moral yang jungkir balik. Di akhir tingkat tiga kuliahnya, banyak kesalahan fatal telah ia lakukan. Itulah yang mengantarkannya kepada situasi jiwa yang sulit ia jelaskan. "Entahlah, saya pun sering bingung dengan diri saya sendiri," ucapnya dengan tatapan kosong.




**********




Gueita, mahasiswa. Susah panggilannya: Giuit. Fakultas dan jurusannya terkait dengan obat. Universitasnya swasta, bonafid dan terpandang. Di kampus, Giuit sangat aktif berda'wah. Karirnya sebagai 'pejabat' di organisasi da'wah kampus juga cemerlang. Ia memang sosok pemikir. Tapi kalau diserahi urusan teknis bisa dipastikan berantakan. Sudah beberapa kali pengalaman berbicara. Karena ia lebih cocok menjadi penyumbang gagasan, pengatur strategi, daripada sebagai pekerja lapangan.


Itulah kelebihan Giuit, juga mungkin sekaligus kelemahannya. Manusia memang unik. Kadang batas antara kelebihan dan kelemahannya sangatlah tipis. Masalahnya, Giuit sulit menyikapi realitas dunia mahasiswa yang banyak bertabrakan dengan keyakinan-keyakinannya. Ia sangat enggan bertegur sapa dengan orang-orang yang tidak sepaham dengan dirinya.


Mulanya ia beralasan untuk menjaga dirinya, takut larut, katanya. Lama-kelamaan, seiring bertambahnya pengetahuan Giuit tentang Islam, ia lebih menikmati dirinya sendiri. Kadangkala ia mengeluh, karena sulit mentransformasikan dirinya dalam dunia mahasiswa secara umum. Padahal, untuk memperoleh lobi dan dukungan yang kuat semestinya ia juga mengembangkan isu-isu yang mencakup seluruh civitas akademika. Setidaknya yang menjadi hajat hidup masyarakat kampus, dari mahasiswanya sampai satpamnya, dari dosen sampai tukang sapunya. "Sering juga saya merenung. Tapi tak mudah meredam perang batin yang luar biasa, tatkala realitas yang saya lihat tak seindah idealisme yang saya yakini," tuturnya.


Secara tak disengaja telah terbangun dalam pikirannya sebuah stereotipe tentang ukuran baik-buruknya seseorang. Sebagian dari ukuran-ukuran itu memang benar, tetapi tak sedikit pula yang salah. Utamanya ketika ia memaksa menyeragamkan standar keshalihan. Nyaris tak memberi ruang untuk keberagaman. Padahal manusia lahir dengan kemampuan beragam. Maka semestinyalah keshalihan orang beragam pula.




**********




Namanya Matenan. Kawan-kawannya sering memanggil Mamat, atau lebih sopannya Bang Mamat. Umurnya masuk kepala empat. Sedikit lagi berkepala lima. Sehari-hari mengayuh sepeda dengan tong-tong berisi tahu. Ia memang pedagang keliling tahu mentah. Mengontrak di kawasan Manggarai. Anaknya tiga, yang tertua kelas tiga SMP. Kawan-kawan Bang Mamat beragam. Dari sebuah desa di Jawa Tengah ia pergi bertujuh ke Jakarta. Empat orang berdagang tahu, sisanya lagi berjualan sayur. Beberapa minggu lalu, Bang Mamat menemukan sebuah tas berwarna hitam. Di dalamnya ada dompet dengan uang tiga ratus ribu rupiah, kartu identitas, beberapa kartu nama, dan dua pas photo wanita berjilbab. Di tas itu juga ada beberapa buku catatan, surat-surat berkop sebuah perusahaan, tempat bedak kecil Mustika Ratu, serta handphone.


Apa yang dilakukan Bang Mamat ? Bersusah payah ia mencari alamat pemilik tas itu. Tiga kali ia datang, dan baru yang ketiganya ia berjumpa dengan pemiliknya. Ternyata seorang muslimah yang photonya ada di dompet itu. Dengan tegar ia kembalikan semua barang-barang itu. Seorang tetangganya sudah menawar setengah juta untuk handphone itu. Tetapi Bang Mamat tetap gigih. Ia mencoba mengajarkan kejujuran kepada kawan-kawannya. Meski untuk itu tidaklah mudah.


"Ini bukan milik saya, saya harus kembalikan kepada yang punya," begitu kenangnya. Ketika mengembalikan tas itu, ia ditemani anak tertuanya. Nampaknya ia juga hendak mengajarkan kejujuran kepada anaknya itu. Kala wanita pemilik tas itu hendak memberinya tanda terima kasih, Bang Mamat bersikeras menolak. "Biarlah Allah yang membalas. Mbak doakan saya saja," begitu jawabnya. Akhirnya pemilik tas itu memaksa anak Bang Mamat untuk mau menerima tanda terima kasihnya.




**********




Tidak mudah memang, bergaul dengan kehidupan masyarakat yang sangat beragam. Apalagi bila pada saat yang sama kita juga dituntuk tetap EKSIS, SURVIVE, dan tetap ISTIQOMAH. Ibarat berenang di air asin, kita seperti berjuang untuk mengapung dan tidak tenggelam, karena di situlah letak kehidupan kita. Tetapi, pada saat yang sama kita dituntut bagaimana tidak turut menjadi asin.


Logika ini berlaku untuk setiap muslim, untuk setiap aktifis da'wah, juga untuk setiap orang yang ingin menyeimbangkan antara eksistensi dirinya sebagai muslim dengan eksistensinya sebagai makhluk sosial. Menyeimbangkan antara tuntutan dirinya sebagai hamba Allah dengan tuntutan dirinya sebagai anggota masyarakat. Baik masyarakat kecil di keluarganya, masyarakat sedang di lingkungannya, atau masyarakat besar di dunia ini. Ya, itu merupakan tuntutan menyeimbangkan antara idealita dan realita. Karena alam realita memiliki sunnahnya sendiri, sebagaimana alam idealisme memiliki sunnahnya sendiri.


Logika ini juga berlaku bagi komunitas apa pun, bagi sebuah golongan seperti apa pun. Apalagi bagi sebuah organisasi da'wah. Itu pula yang mengantarkan kita kepada logika bahwa dunia ini sangat beragam isinya. Di tengah keberagamannya itu kita hidup. Agama ini juga tidak mengajarkan agar kita membangun sebuah eksklusivisme yang sempit. Kalaulah itu yang dimaksud Allah dalam penciptaan manusia ini, tentu apa arti firman-Nya yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan berbangsa dan bersuku untuk saling mengenal.


Keberagaman isi dunia menjadi sunnah tersendiri bagi kehidupan ini. Ia semacam ekosistem yang saling kait-mengkait, tunjang menunjang, dukung mendukung. Orang miskin ada untuk menjadi tempat bersedekah bagi orang kaya. Orang bodoh adauntuk tempat beramal bagi orang-orang pintar. Orang besar ada untuk membantu orang-orang kecil. Manusia, dengan beragam suku, bangsa, ras, bahasa, budaya, dan cita rasanya, adalah khazanah kehidupan yang niscaya ada.


Hanya saja, seperti kisah tiga orang di atas, Iwa, Giuit, dan Bang Mamat, seperti itu pula kira-kira tipologi seorang muslim dalam berinteraksi dengan belantara kehidupan dunia ini. Ada yang luntur dan lebur, ada yang teguh tetapi mengambil jalan yang kurang bijak: menutup diri dan lebih suka pada klaim-klaim. Dan, yang ketiga, mereka yang tetap tegar di tengah kondisi apa pun.


Segalanya berpulang kepada kita masing-masing. Karena tuntutan Allah agar kita menjaga diri dari api neraka, misalnya, juga diiringi dengan perintah menjaga keluarga: masyarakat terkecil kita. Dalam lingkup masyarakat yang lebih besar, Allah mengancam orang-orang yang masa bodoh dengan kondisi masyarakat yang rusak. Kelak, bila Allah menurunkan adzab-Nya, orang-orang baik yang tak peduli dengan kerusakan itu justru yang pertama diadzab.


Kita memang harus berbaur dengan masyarakat, tetapi tidak melebur dalan kerusakan mereka.


Wallahu'alam bishawab.

Tujuh Gaya Belajar paling Efektif


Banyak gaya yang bisa dipilih untuk belajar secara efektif. Berikut adalah tujuh gaya belajar yang mungkin bisa Anda ikuti  :
  • Bermain dengan kata.
Gaya ini bisa kita mulai dengan mengajak seorang teman yang senang bermain dengan bahasa, seperti bercerita dan membaca serta menulis. Gaya belajar ini sangat menyenangkan karena bisa membantu kita mengingat nama, tempat, tanggal, dan hal-hal lainya dengan cara mendengar kemudian menyebutkannya.


  • Bermain dengan pertanyaan. 
Bagi sebagian orang, belajar makin efektif dan bermanfaat bila itu dilakukan dengan cara bermian dengan pertanyaan. Misalnya, kita memancing keinginan tahuan dengan berbagai pertanyaan. Setiaop kali muncuil jawaban, kejar dengan pertanyaan, hingga didapatkan hasil yang paling akhirnya atau kesimpulan.


  • Bermain dengan gambar. 
Anda sementar orang yang lebih suka belajar dengan membuat gambar, merancang, melihat gambar, slide, video atau film. Orang yang memiliki kegemaran ini, biasa memiliki kepekaan tertentu dalam menangkap gambar atau warna, peka dalam membuat perubahan, merangkai dan membaca kartu. Jika Anda termasuk kelompok ini, tak salah bila Anda mencoba mengikutinya.


  • Bermain dengan musik. 
Detak irama, nyanyian, dan mungkin memainkan salah satu instrumen musik, atau selalu mendengarkan musik. Ada banyak orang yang suka mengingat beragam informasi dengan cara menginat notasi atau melodi musik. Ini yang disebut sebagai ritme hidup. Mereka berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai beragam hal dengan cara mengingat musik atau notasinya yang kemudian bisa membuatnya mencari informasi yang berkaitan dengan itu. Misalnya mendegarkan musik jazz, lalu tergeliik bagaimanalagu itu dibuat, siapa yang membuat, dimana, dan pada saat seperti apa lagu itu muncul. Informasi yang mengiringi lagu itu, bisa saja tak sebatas cerita tentang musik, tapi juga manusia, teknologi, dan situasi sosial politik pada kurun waktu tertentu.


  • Bermain dengan bergerak. 
Gerak manusia, menyentuh sambil berbicara dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan adalah salah satu cara belajar yang menyenangkan. Mereka yang biasanya mudah memahami atau menyerap informasi dengan cara ini adalah kalangan penari, olahragawan. Jadi jika Anda termasuk kelompok yang aktif, tak salah mencoba belajar sambil tetap melakukan beragam aktivitas menyenangkan seperti menari atau berolahraga.


  • Bermain dengan bersosialisasi. 
Bergabung dan membaur dengan orang lain adalah cara terbaik mendapat informasi dan belajar secara cepat. Dengan berkumpul, kita bisa menyerap berbagai informasi terbaru secara cepat dan mudah memahaminya. Dan biasanya, informasi yang didapat dengan cara ini, akan lebih lama terekam dalam ingatan.


  • Bermain dengan Kesendirian. 
Ada sebagian orang yang gemar melakukan segala sesuatunya, termasuk belajar dengan menyepi. Untuk mereka yang seperti ini, biasanya suka tempat yang tenang dan ruang yang terjaga privasinya. Jika Anda termasuk yang seperti ini, maka memiliki kamar pribadi akan sangat membantu Anda bisa belajar secara mandiri.

XL GIRL .... Siapa Takut?

Beberapa hari ini aku di rayu terus menerus oleh ibu-ibu kantor untuk ikutan senam. Selain biar sehat…tubuh jadi langsing katanya. Aku yang dasarnya tidak menyukai kegiatan seperti itu..hanya nyengir saja. Paling tak guyoni kalau senamnya perempuan semua dan lagu pengiringnya nasyidnya Izzis atau Ar Ruhul Jadid aku mau!! he..he..tapi mokal ya ? Dan sepertinya jadwal renangku sudah cukup membuatku sehat deh..

Alasan sebenarnya…kalau mereka tahu mungkin bisa membuat senyum. Aku mempunyai keinginan. Mungkin bagi banyak orang…keinginanku ini terasa lucu. Tapi memang itulah yang ada dibenakku. Aku sendiri juga bingung kalau di tanya, "Kok bisa?" Biasanya aku hanya nyengir saja. Dan tidak melanjutkan keteranganku…keqi kalau ditertawakan.

Aku Ingin menjadi Perempuan yang punya bentuk tubuh ndut!..iya…ndut!..tuuuhh kan? Pada heran kan ! Aku menyukai wanita dengan tubuh ukuran di atas kewajaran. Istilah halusnya XL GIRL! Walaupun memang ga sembarang bulat sih.

Tahu kenapa aku begitu inginnya punya badan berukuran XL ? Dari kecil aku terkesan dengan wanita yang mempunyai ukuran ekstra ini. Perempuan yang mengasuhku sewaktu kecil badannya gendut. Sedangkan Ibuku, badannya kecil. Istilah kerennya langsing.

Aku menyukai tubuh pengasuhku yang gendut. Aku merasakan kehangatan saat bergelayut di pangkuannya. Ketika di peluknya. Ada kenyamanan disana. Bahkan sampai sekarang, kalau aku pulang ke rumah, begitu melihatku beliau langsung memelukku dan menciumiku, tidak berduli aku masih berbau ga karuan karena perjalanan jauh dan juga tidak berduli aku sudah hampir kehabisan nafas karena pelukannya.

Begitu mulai belajar mengenal orang lain, Allah mempertemukanku dengan banyak wanita yang berbadan ekstra. Yang aku kenal adalah mereka orang-orang yang ramah grapyak dan selalu ceria. Dari teman sepermainanku bahkan sampai sekarang ketika aku bekerja yang jauh dari kampung halaman. Bahkan beberapa adik binaanku mempunyai ukuran badan ekstra tetapi kulihat justru merekalah yang selalu tampil sumringah. Hampir tidak pernah kusut wajahnya.

Wajah ramah sumringah, tulus dan menyenangkan. Seakan kehidupan berjalan tanpa beban. Mungkin antum akan protes, tidak juga tuh! Aku tidak berduli…aku hanya ingin mengenal mereka seperti sekarang aku mengenalnya. Mereka adalah pribadi-pribadi yang hangat. Itu saja !

Tetapi entahlah, banyak cara yang kucoba untuk memelarkan badanku, tetapi tidak terlalu sukses. Hanya manjur saat masih kuliah di jurangmangu. Saat itu adalah saat yang paling aku sukai. Dengan pipi bulat dan badan yang tidak bisa di bilang kurus. Sekarang mah boro-boro, setiap pulang ke rumah pasti bapak ibu protes karena kekurusan katanya. Ibuku memang punya selera yang sama dengan aku. Suka dengan wanita berbadan ekstra.

Melihat mereka…aku semakin yakin..bahwa Allah selalu memberikan keindahan lain yang bahkan orang lain tidak memilikinya. Kebanyakan wanita..terlalu sibuk memoles yang tampak…sedangkan kepribadian yang tersembunyi terlupakan. Apalagi di jaman materialistik yang semakin menggila ini.

Perhatikan dunia materi kita. Iklan apa yang tidak menggunakan tubuh wanita ?...Hampir tidak pernah ada. Wanita sudah menjadi bagian dari industri itu sendiri. Dan bukan wanita dengan tubuh yang sembarangan pula..pasti yang ehem..ehem..kalaupun ada yang menggunakan wanita berbadan ekstra sebagai modelnya....kebanyakan menjadi bahan lelucon atau cemoohan.

Makanya aku salut dengan mereka. Dengan keceriaan hidupnya yang tidak terbebani stikma masyarakat ..bahwa wanita yang mempunya nilai jual tinggi adalah mereka yang mempunyai ukuran badan ideal.

Islam menginginkan…semua wanita terlihat kemuliaannya. Tentu saja sebagai hamba Allah. Yang tidak mudah mengumbar aurat yang ujungnya hanya memuaskan laki-laki yang belum tentu menjadi suaminya. Wanita yang sibuk memoles kepribadiannya. Yang sibuk mentarbiyah dirinya.

Agar ketika orang melihatnya…bukan lagi tubuhnya yang menjadi ukurannya..tetapi kemuliaan yang dimilikinya…seperti ungkapan salah satu murid sufi ternama Rabiah Al Adawiyah tentang gurunya ini…Ia bertutur..”Saat kami berada di dalam majelis Rabi’ah dan menyimak pelajarannya, kami sering lupa bahwa dia adalah seorang perempuan”

Pernyataan itu bagiku luar biasa…Rabi’ah dilihat bukan karena ia wanita..bukan karena perhiasan dunia yang menghiasinya..yang Allah titipkan padanya…tetapi karena kemuliaan yang di miliki Rabi’ah !

Mari kita tarbiyah diri kita sebaik-baiknya…dengan kesungguhan hati. Agar manusia melihat kemuliaan kita..bukan fisik dan kekayaan kita semata. Dan juga kita semakin cantik di hadapaan Allah. Semakin istimewa ketika kita harus menghadapNya kelak..! Menjadi wanita yang hanya ampunan, ridho dan surga Allah lah yang menjadi tujuan ! amin :)

Surat untuk Bapak Presiden


Assalamu 'alaikum Wr.Wb...

Saya berharap Bapak Presiden dalam keadaan sehat wal 'afiat dan senantiasa dalam lindungan Allah swt. Saya berharap Indonesia ke depan, dalam masa kepemimpinan Bapak bisa lebih baik. Bapak Presiden yang saya cintai! Saya juga, seperti teman-teman yang lain: sudah menghitung lajunya kepemimpinan Bapak. Belum lama, masih seratus hari lebih sedikit. Tentunya negara kita belum banyak perubahan. Dan itu adalah manusiawi, Pak. Rasulullah saw saja, membangun akidah sepuluh tahun lamanya. Saat itu beliau berada di Mekkah. Kemudian beliau membangun 'Masyarakat Madani' dalam jangka waktu tiga belas tahun di Madinah Al-Munawwarah.

Bapak Presiden! Saya adalah anak Bapak yang sedang merantau, Nun jauh di sana, di negeri orang. Bapak juga pernah datang ke negeri itu, ketika melayat jenazah Presiden Palestina: Yasir Arafat. Negeri itu namanya Mesir, tanah para nabi dan utusan Allah. Tentu saja Fira'un juga pernah berkuasa di sana.

Alhamdulillah anak-anak Bapak di sini baik-baik dan sehat-sehat. Kami baru saja menyelesaikan ujian semester genap. Semoga Bapak mendoakan kami agar sukses. Kami juga berdoa demi kebaikan negara Indonesia tercinta dan Bapak sekeluarga.

Bapak Presiden yang saya kagumi! Layaknya orang yang jauh merantau, tentunya tidak dapat banyak mengikuti situasi 'kampung halaman' nan jauh di mato. Saya bisa membaca lewat media kita yang ada di internet. Tentang Aceh, tentang Ambon, tentang Poso, tentang hamilisasi, tentang korupsi, tentang manipulasi, tentang birokrasi, tentang tikus berdasi, musang berbulu domba, bantuan dana terselubung, madrasah Alkitab (Kristenisas), demonstrasi, reformasi bahkan 'repot nasi'. Kami juga merasakan sesaknya dada Bapak, karena terlalu sering melihat 'pusar wanita' di televisi. Kami juga sesak mendengar dan membaca berita itu.

Saya tentunya percaya Bapak Presiden bukan Umar bin Abdul Aziz, namun saya yakin: haqqul yaqin, bahwa Bapak bukan Namruz musuh Ibrahim. Saya bukanlah sosok pemberani Pak, namun saya juga tidak terlalu pengecut. Tentunya Bapak Presiden masih punya waktu panjang: 4 tahun 9 bulan lagi. Waktu yang cukup panjang untuk bisa mencontoh Umar bin Khattab. Saya selaku anak Bapak, akan mengoreksi Bapak lewat pedang, pedang pena yang selalu terhunus. Tentunya Bapak ingat cerita itu! Ketika Umar memakai baju Abdullah. Rakyat protes, karena waktu pembagian pakaian, Umar tidak mendapat apa-apa. Bapak memakai baju saya kan! Begitu Abdullah menjelaskan kepada rakyat yang demonstrasi itu.

Saya tidak berharap Bapak mengangkat gandum untuk ibu tua yang merintih, karena dapurnya tidak ngebul. Tapi perlu Bapak pikirkan juga bahwa negara kita tidak lagi negara swasembada pangan. Indonesa bukan negara industri Pak! Tapi, mall-mall dan supermarket juga tidak harus diruntuhkan. Petani, nelayan: adalah dua kelompok orang yang harus Bapak ayomi. Karena saya tidak percaya ada orang Indonesia (secara umum) satu harian tidak makan nasi. Tapi haruskah kita terus-menerus memasok beras dari luar. Ke mana "tanah kita tanah sorga itu, Pak"? sekarang tongkat, kayu dan batu jadi bangunan, bukan tanaman. Lagu Enno Lerian: "Indonesiaku", perlu diputar lagi: supaya kita sadar, kita bukan Inggris, bukan Prancis. Kita bisa mengimpor karya Thomas Alva Edison, Isaac Newton dan James Watt kok, tanpa harus mengubah sawah-sawah petani jadi Gedung Pencakar Langit. Karena suara katak, tikus dan ular akan hilang dari sana. Indonesia akan sunyi, Pak!

Bapak Presiden yang saya cintai! Bapak jangan pusing membaca surat saya. Saya tahu isinya acak-acakan, karena pikiran saya juga sedang acak-acakan ketika menulis surat ini. Bapak Presiden! Saya hanya minta beberapa poin sebagai penutup:

Pertama, saya risih juga mendengar berita tentang 'pusar' di TV Pak! Bisa gak Pak dibasmi secepat mungkin? Ah... sulit Pak ya! Apakah pemiliki stasiun TV itu bandel Pak? Atau kita memang tidak mau menghapuskan acara itu Pak? Atau rakyat Indonesia 'sangat mencintai' acara itu? Saya risih Pak mendengar isu Inul si Ratu Ngebor itu.

Kedua, saya tidak kaget melihat Bapak Hidayat Nur Wahid menolak volvo, karena itu anjuran agama: tidak boleh boros Pak, mubazir. Tapi saya kaget kalau ada orang yang mengatakan: tindakan itu mengandung muatan politis. Bapak Presiden! Bisa gak para pejabat kita disuruh mencontoh Bapak Hidayat Nur Wahid itu?

Ketiga, stasiun TV kita makin banyak Pak! Juga makin bebas dan liar. Bapak bisa mengekang acara TV yang mengeksploitasi para remaja? Acaranya hanya akan membius para pemuda kita Pak, Islam.

Kasihan para remaja dipaksa untuk memberikan 'Untukmu', disuruh berfilsafat dengan 'AADC', belum lagi ibu-ibu asyik dengan 'ARISAN'. Ada lagi yang capek-capek '30 HARI MENCARI CINTA', ada juga cinta punya karat 'CINTA 24 KARAT'. Lagi Pak! Ada remaja kita yang disuruh berteriak: BURUAN CIUM GUE. Mereka tidak tahu Pak bahwa: KIAMAT SUDAH DEKAT. Saya sendiri rindu kepada pahlawan: PITUNG dan JAKA SEMBUNG. Masih banyak tentunya: PAK SAKERAH di negara kita.

Keempat, Pak! Jangan sering-sering mengundang ulama ke Istana Negara. Jangan Pak ya! Kasihan mereka: capek dan tugasnya berat mengurus ummat ini. Mendingan Bapak yang datang ke sana: ke Gontor, ke Daarut Tahuiid, ke Jombang. Karena Harun ar-Rasyid sering berkunjung ke rumah para ulama: ia sampai menangis Pak di hadapan ulama.

Kelima, jangan lupa: katakan kepada para pejabat kita untuk shalat Tahajjud. Saya tahu Bapak suka shalat ini. Saya baca beritanya di Pikiran Rakyat. Semoga ini benar dan bisa dilaksanakan oleh bawahan Bapak.

Keenam, bapak jangan jalan kaki ke daerah, apalagi ke Aceh. Karena itu akan menghambat langkah Bapak untuk menyelesaikan kebutuhan rakyat. Pakai helikopter Pak biar cepat ya!

Ketujuh, Pak! Di negara kita banyak orang pintar, tapi tidak punya duit. Tolong Bapak carikan untuk mereka para dermawan, agar mereka bisa sekolah yang tinggi. Atau negara mengadakan beasiswa untuk mereka. Kami juga di sini masih banyak yang butuh beasiswa.

Bapak Presiden yang sangat saya cintai! Saya akan menyudahi surat saya ini, dengan harapan Bapak bisa membaca dan mendengar suara hati saya.

Allaahummj 'al baldatanaa baldatan thayyibatan, aaminatan muthma'innatan. Warzuqnaa min al-tsamaraati la'allana nasykur.


Demikian dahulu Pak! Insya Allah saya akan berkirim surat lagi kepada Bapak. Atas segala kearifan dan kebijaksanaan Bapak saya haturkan terima kasih.

Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!

Yang Terhormat : TUKANG SAMPAH !




Pekan ini suasana kekhawatiran melanda warga lingkungan tempat tinggal kami. Lalat bertebaran dimana-mana, akibat tempat sampah di depan rumah penuh sesak dan menggunung. Beberapa warga mulai resah dan takut kalau-kalau tumpukan sampah itu menimbulkan penyakit. Satu persatu warga akhirnya turun tangan untuk mengangkut sendiri sampah-sampah itu dari tempat penampungan sementara ketika truk sampah tiba, sebagian cuma marah-marah, bahkan sebagian kecil tetap membiarkan sampah bertumpuk. “Kita sudah membayar uang sampah setiap bulan,” pikirnya.

Sepekan dua kali, pak Amrin -–sebut saja begitu-- mendatangi satu persatu rumah warga untuk mengangkut sampah. Selalu bisa terlihat senyumnya yang mengembang ikhlas meski ia harus berhadapan dengan tempat sampah yang beraroma tak sedap. Menyapa penghuni rumah, adalah hal yang lumrah dilakukannya, setiap hendak maupun selesai mengangkut sampah. Sehingga hampir seluruh warga disitu sangat akrab dengannya.

Tapi sudah sepekan lebih dua hari ini pak Amrin belum juga nampak dan membiarkan sampah-sampah di rumah warga menggunung. Hampir tak satu pun warga yang tahu penyebabnya, tak sedikit yang mulai marah-marah mengira tukang sampah itu mulai lalai akan kewajibannya. “bayarannya mau angkut sampahnya nggak mau. Sudahlah cari tukang sampah yang lain,” ujar salah seorang.

Akhirnya kabar itu didapat juga, lelaki setengah baya yang setiap dua pekan sekali menyapa satu persatu penghuni rumah dan kemudian mengangkut sampahnya itu tengah terbaring lemah di rumahnya karena sakit. Tapi tak satu pun warga yang tahu, entah darimana kabar itu didapat saya tak tahu persis. Sebagai penghuni baru, saya mencoba bertanya dimana rumah tukang sampah itu, kagetnya saya, ternyata tak satu pun warga yang tahu alamat tinggal pak Amrin.

Sepekan dua kali lelaki setengah baya itu mengunjungi rumah warga, sepekan dua kali juga ia melemparkan senyumnya kepada setiap penghuni rumah, sehingga ia cukup hapal mana penghuni yang ramah, yang arogan, yang mau bercakap-cakap dengannya, atau yang mau memandang dirinya bukan dari profesinya. Ia bahkan mulai hapal nama dua putri saya yang belum dua pekan kami tinggal di wilayah tersebut.

Mungkin selama ini, kita tak pernah memandangnya sebagai bagian terpenting dari kehidupan kita. Bahkan sering pula beranggapan orang-orang seperti pak Amrin lah yang membutuhkan kita, merekalah yang seharusnya merasa penting terhadap kita. Tetapi apa yang terjadi ketika satu pekan dua hari ia tak mengangkut sampah karena tengah sakit? Semua mencarinya, semua menyebut namanya, tiba-tiba saja semua merasa berkepentingan terhadapnya.

Tidak hanya tukang sampah seperti pak Amrin, para sopir angkutan umum yang sering kita kurangi bayarannya, penyapu jalan yang hampir tak pernah menjadi perhatian siapa pun, bahkan petani di desa-desa yang tak pernah kita sadari keberadaannya meski setiap hari kita menikmati jerih payahnya, mereka itu sama pentingnya dengan rekan bisnis kita, tidak kalah pentingnya dengan relasi atau teman makan dan sahabat dekat kita. Bisakah Anda membayangkan jika di dunia ini tak ada orang yang mau bekerja sebagai tukang sampah? Atau ketika semua sopir angkutan umum tak lagi mau meneruskan profesinya? Bagaimana rupa jalan raya di kota seandainya tak satu pun yang berkenan menjadi petugas kebersihan?

Siapa pun Anda, tak perlu merasa tak membutuhkan orang lain. Bukankah tidak akan ada sebutan “orang kaya” jika tak ada orang miskin di dunia ini? Wallaahu’a’lam.

Anak- Anak pelangi

"I believe that children are our future, teach them well and let them lead the way show them all the beauty they possess inside, give them a sense of pride to make it easier Let the children’s laughter remind us how we used to be.. "
 
“Kak, aku boleh tidur dulu ya…10 menitttt aja, capek kak, janji deh setelah bangun aku kerjakan semua soal-soalnya..” tanpa menunggu persetujuan dari kakak pengajarnya, anak laki-laki berusia 10 tahun itupun terlelap dalam tidurnya di sudut kecil rumah singgah tempat dia belajar. Namanya Udin, dia masih duduk dikelas 4 SD, kesehariannya setelah pulang sekolah dia bekerja dipabrik kerupuk selama 3 jam dengan upah Rp. 5000, sepulang bekerja, dia bergegas ke rumah singgah untuk mengulang kembali pelajaran yang telah disampaikan disekolah dan juga kegiatan-kegiatan umum lainnya yang diselenggarakan rumah singgah.

Memandangi wajahnya, ada peluh keringat didahinya, ada gurat-gurat kelelahan diwajahnya, tapi sebentuk senyuman dan pijar pelangi terpancar dimatanya saat dia mendapat kabar bahwa dia bisa terus sekolah. Udin masih beruntung, dia terpilih untuk menjadi anak asuh dan dibiayai sekolahnya oleh salah satu LSM yang concern didunia pendidikan anak. Namun demikian, semangatnya untuk membantu orangtua meringankan beban hidup membuatnya tetap memilih bekerja. Lumayan untuk bantu-bantu emak buat biaya makan, begitu katanya.

Masih banyak anak-anak usia sekolah lainnya yang terpaksa mengamen dijalan, bahkan saat ini sudah hampir disemua perempatan lampu merah dipenuhi anak-anak jalanan yang mengamen dan meminta-minta, bahkan diperkirakan sebanyak 8,58 juta anak sudah tidak bersekolah lagi. Juga banyak anak-anak yang dieksploitasi ekonomi maupun seksual, dan anak yang diperdagangkan. Seperti halnya kasus penjualan anak perempuan dibawah umur untuk dipekerjakan menjadi pekerja seks yang banyak terjadi di daerah indramayu.

Bahkan sekarang banyak pula kejahatan-kejahatan yang dilakukan anak-anak, jadi anak ternyata tidak hanya berpotensi menjadi objek kejahatan tetapi juga subjek atau pelaku kejahatan. Masa depan bangsa ada pada kesejahteraan anak-anak saat ini. Begitu kata-kata yang sering didengar bila membicarakan anak. Namun demikian, hal itu tidak begitu berbanding lurus dengan realitasnya yang ada. Masih banyak anak-anak yang tidak beruntung dalam memenuhi haknya. Menyitir kata-kata kak seto bahwa anak-anak punya hak untuk memperoleh suasana gembira, hak bermain, dan hak untuk tumbuh dan berkembang dalam suasana tenang, tanpa merasa tertekan.

Rasulullah sendiri amat sangat memperhatikan dalam masalah anak, dalam salah satu hadistnya beliau bersabda, “tidak termasuk golongan kami orang- orang yang tidak mengasihi anak kecil diantara kami, tidak mengetahui hak orang besar diantara kami”, (HR. Abu Daud& Tirmidzi)

Bahkan dalam hadits yang lainnya menunjukkan tingginya kepedulian beliau kepada pembinaan dan pembentukan generasi yang berkualitas dan generasi yang ideal yang dimulai dari masa kanak-kanak. Menurut panitia Hari Anak Nasional 2004, Fasli Djalal menyatakan bahwa faktor penyebab utama masalah anak adalah menurunnya kemampuan orangtua, keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam memenuhi hak-hak anak. Jadi apa yang salah dengan diri kita para orang dewasa? Menyitir Miranda risang Ayu bahwasanya keadaan anak-anak dimasa kini adalah tantangan agar setiap orangtua harus lebih mengoptimalisasikan kedekatan, wibawa dan pengawasannya terhadap anak-anaknya. Bahwa guru-guru hingga dosen-dosen perguruan tinggi harus dapat berperan tidak hanya sebagai transfer ilmu, tetapi juga agen pembentuk sikap. Bahwa para intelektual hendaknya meghangatkan tradisi intelektualnya dengan kecintaan pada anak-anak.

Bahkan agen-agen pembentuk citra masyarakat, seperti produsen dan pengenal materi gambar, film televisi dan internet dapat berada dalam system etik terhadap anak. Singkatnya, pilar-pilar norma yang setara isi dan kualitasnya hendaknya ditegakkan dimana-mana. Keluarga memang wilayah utama, tetapi ia akan lumpuh dan terlecehkan jika disekolah, ditelevisi dan ditempat-tempat keramaian, berbagai norma berlainan, bertolak belakang sama sekali.

Berbicara mengenai anak dalam konteksnya di keluarga, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, dalam bukunya, Anakku, Sahabatku dan Guruku menuliskan bahwa betapa anak dapat menjadi sahabat dalam berbagi masalah, anak juga bisa menjadi guru untuk belajartentang kreativitas, spontanitas, kebebasan berfikir, pemaaf, tidak pendendam dan mempunyai kasih sayang yang tulus.

Hal ini juga ditegaskan Pierro ferruci dlm bukunya what our Children Teach Us, bahwa hidup bersama anak-anak kita membuat kita berkembang, ini juga berlaku bagi setiap orang, bersama anak-anak, kita punya kesempatan untuk menyuburkan kesabaran dan rasa humor, memperdalam kecerdasan hati, belajar menemukan kekayaan tependam dalam kehidupan sehari-hari, dan memeperoleh kebahagiaan yang tak disangka-sangka datangnya. Kita terbiasa memikirkan apa yang dapat kita ajarkan kepada anak-anak kita, mungkin kita perlu bertanya pada diri sendiri mengenai apa yang bisa kita pelajari dari mereka.

Bagi kita yang belum diamanahi anak, disekeliling kita banyak anak-anak yang telantar, anak-anak jalanan yang butuh uluran tangan kita, bantuan kita bisa dalam bentuk materi ataupun bantuan moril dengan menjadikan mereka anak asuh atau menyisihkan sebagian waktu kita, untuk mengajar mereka dirumah-rumah singgah dan panti asuhan. Semoga saja kita bisa …karena bukan hanya propaganda, seminar dan omongan belaka yang anak-anak butuhkan, tapi mereka butuh bukti nyata agar kelak indahnya pelangi dapat mereka nikmati dengan tawa bahagia, karena mereka lah anak-anak pelangi yang memberi warna dikehidupan. Kelak tiada lagi semburat kelabu yang mewarnai wajah-wajah mereka. Biarkan pelangi itu menyediakan altarnya untuk dinikmati oleh anak-anak…dengan segala kepolosan dan keceriaan masa kanak-kanak.

Popular Posts